Cerita Seks - Cincin Perawan 2

Baca dulu biar nyambung:

Pak Tanba kaget dan terperanjat. Pandangannya segara tertuju kepada istrinya. Lelaki botak hitam besar itu merasa amat cemas dan berdebar. Sudah terlambat baginya. Tubuh lelaki paruh baya itu berkeringat saat mengetahui istrinya memergoki ia beronani sambil menelpon Ayu. Buru-buru ia menyingkirkan gumpalan tisu bekas air mani dan memasukkan penisnya kembali ke celana dalam, serta menutup risleting celananya. Pak Tanba buru-buru membenarkan posisi duduknya.

"Kenapa harus ditutup toh pak? Aku sudah puas ngeliat dan ngerasain penis bapak selama 28 tahun, " ujar Bu Wati masih dalam nada selidik dan dingin, ada rasa sakit hati di dalam nada suaranya.

Bu Wati lalu menghampiri Pak Tanba ke sofa butut tempat lelaki itu duduk. Pak Tanba bertambah gugup dan merasa bersalah. Suara dan gerak tubuhnya mendadak bingung.

"aeeeh.. umm . sudah di rumah toh bu?" tanya Pak Tanba basa-basi. Kegugupan akibat terpergok dan rasa bersalah amat jelas terlihat dari sikapnya. Pak Tanba memang sebenarnya pria yang baik.
"Sudah dari tadi pak. Ibu tau bapak datang, bapak ngambil minuman, terus bapak nerima telpon dari cewek dan bapak ngocok sambil puas. Bapak terlalu asyik nyampe ndak sadar kalo Ibu ngeliat dari tadi, " ujar Bu Wati dalam bahasa Jawa medok. Suaranya tetap tenang, meski terdengar kepedihan.

Pak Tanba hanya menunduk. Ia tidak berani berkata apa-apa.

"Siapa wanita itu pak? Ketemu di mana? Jelasin aja Pak. Jangan bohong, " tanya Bu Wati yang sambil menahan tangis, Air matanya mulai menetes.
"Bapak kan sudah tahu saya sudah rela bapak nikah lagi. Ibu sadar pak, kalo ibu sudah ndak sanggup melayani bapak, sedangkan bapak itu masih kuat. Tapi kenapa mesti di belakang Ibu pak?" cecar Bu Tanba. Air matanya sudah menetes.

Pak Tanba melihat istrinya dengan merasa kasihan dan bersalah. Ia sudah mengecewakan istrinya yang sudah lama berjuang bersamanya. Dengan suara gugup dan bergetar, pria tua perkasa ini meminta maaf.

"Maaf buu.. Bapak khilaf. Bapak memang salah, " ujar Pak Tanba kepada istrinya yang sudah terisak.

Bu Wati menyeka air matanya. Wanita tua gendut itu menatap suaminya yang terlihat bingung. Dalam hati Bu Wati tahu, Pak Tanba merasa bersalah. Pengalamannya menemani lelaki Ambon ini selama 28 tahun, membuat Bu Wati mengenal pribadi suaminya.

"Sudah berapa lama pak? Berapa hari? Ibu tahu ini baru terjadi," tanya Bu Wati sambil terisak.

Pak Tanba menarik nafas berat. Mau tidak mau ia harus bercerita kepada istrinya tentang kejadian yang sebenarnya.

"Baru dari hari Jumat malam kemarin, Bu. Baru 6 hari. Bapak pun baru kenal dia hari Senin minggu lalu, " jawab Pak tanba dengan suara bergetar.

"ooohhhh" baik pak tanba dan Ayu mengeluh merasakan nikmat.
"Baru Jumat malam kemarin? Baru kenal Senin minggu lalu? Maksdunya apa Pak? Bapak sudah tidur dengannya? Umurnya berapa pak? " Cecar Bu Wati sambil menahan isak.

Dengan suara bergetar menahan malu dan bersalah, Pak Tanba menjawab.

"Dia masih muda bu. Baru 22 tahun. Bapak kenal dia Senin minggu lalu. Dia penumpang bapak. Bapak tidur dengannya Jumat Malam lalu. Dannn.. ia masih perawan waktu pertama kali bapak gauli, " jelas Pak Tanba dengan terbata-bata. Ia melirik wajah Bu Wati, ingin melihat reaksinya.

Bu Wati merasa kaget. Awalnya Bu Wati merasa bahwa wanita yang menjadi selingkuhan suaminya itu adalah seorang wanita nakal atau janda berumur 30-an. Mendengar suaminya berselingkuh dengan seorang gadis lebih muda dari anak bungsunya dan masih perawan, membuat Bu Wati kaget. Wanita ini tidak menyangka. Ia memandangi suaminya. Tapi raut muka dan sikap tubuh suaminya tidak memperlihatkan bahwa ia berbohong. Dalam hatinya Bu Wati makin penasaran. Suaminya bukan tipe pria yang bisa mendapatkan gadis muda perawan. Suaminya itu bertubuh hitam, gendut, berwajah relative tidak sedap dipandang. Apalagi kaki kanannya pincang dan ia bukan pria banyak duit. Meski Pak Tanba memiliki alat kelamin dan stamina seks yang membuat wanita bisa bertekuk lutut, tapi sulit mempercayai bahwa ada gadis perawan yang mau disetubuhi oleh suaminya.

"Bapak memperkosa gadis itu?" Suara Bu Wati meninggi.

"Bukan bu..bukan. Sumpah Bapak juga masih bingung kenapa gadis ini mau dengan bapak. Awalnya Bapak juga nganterin dia pake taksi. Nggak ada maksud apa-apa. Waktu pertama ia bilang suka ke bapak pun, bapak nggak percaya. Bapak sudah bilang bapak bukan pria yang tepat untuknya, tapi ia percaya dengan bapak. Lama-lama bapak khilaf bu. Jujur bapak awalnya juga suka dengan dia, tapi bapak sadar ia terlalu muda, terlalu kaya untuk bapak. Sekarang ia sudah tidak perawan lagi gara-gara bapak, " ujar Pak Tanba panjang lebar.

Bu Wati masih tercenung. Meski ia percaya perkataan suaminya, namun cerita itu tetaplah luar biasa. Seorang gadis perawan cantik, masih muda dan kaya, mau menyerahkan tubuhnya tanpa meminta apapun, dengan suaminya yang tua, hitam dan jelek ini. Bu Wati mencoba tenang. Ia ingin mendengar lebih jauh.

"Ceritakan dari awal pak, "

Pak Tanba menghela nafas. Ia bingung mau menjelaskan dari mana. Setalah tahu, lelaki Ambon ini lalu bercerita tentang awal mula pertemuannya dengan Ayu. Siapa Ayu dan kegiatannya mengantar sang gadis sebagai sopir taksi langganan. Pak Tanba juga bercerita tentang Ayu yang selalu membayari jatah setoran taksinya, meski sudah dicegah oleh Pak Tanba. Lalu lelaki besar hitam ini juga bercerita tentang mulai dekatnya ia dengan Ayu. Saat di taman dan saat Ayu menyerahkan keperawanan kepada dirinya.

Ada rasa bangga yang tersirat dari suara Pak Tanba, saat bercerita di bagian Ayu yang rela menyerahkan keperawanannya. Biar bagaimanapun, Pak Tanba merasa amat sangat beruntung. Di sisi lain, meski sedih, tersembul rasa bangga di hati Bu Wati saat tahu suaminya digilai oleh seorang gadis muda cantik kaya raya. Bahwa Pak Tanba masih berusaha bertanggung jawab dan mengingatkan sang gadis, meski akhirnya suaminya meniduri gadis itu. Pria normal mana yang akan kuat imannya dan mampu menolak ajakan tidur seorang gadis cantik yang masih muda dan perawan? Bu Wati juga bahagia, karena tahu bahwa suaminya berselingkuh dengan gadis baik-baik. Perasaan campur aduk itu membuat Bu Wati bingung dan gelisah.Melihat reaksi istrinya usai mendengar ceritanya, Pak Tanba berkata.

"Maafkan bapak, bu. Jujur bapak tidak kuasa menahan hasrat. Ayu itu gadis yang amat baik. Ia tidak meminta bapak menikahinya. Bapak juga tahu bapak nggak pantas dengannya. Dan jujur bapak merasa sayang dengan Ayu. Bapak nggak bisa ninggali Ayu, setelah bapak menghisap madunya. Tapi, bapak juga nggak bisa ninggalin Ibu dan anak-anak," Pak Tanba berkata dengan suara beratnya. Ada kebingungan di nadanya.Bu Wati menghela nafas panjang. Ia sudah mengambil satu keputusan.

"Ibu sekarang sudah tahu penjelasannya. Jujur ibu bingung, tapi ibu kagum dengan gadis itu. Ia bisa menerima bapak apa adanya. Ibu juga kagum dengan bapak, meski bapak salah, bapak ngakuin dan mau tanggung jawab. Ibu mau bertemu dan ngobrol dengan Ayu besok," jelas BU Wati tegas.

Pak Tanba kaget. Ia tidak menyangka bahwa keadaannya seperti ini. Dari tadi lelaki tua Ambon ini menyangka bahwa istrinya akan marah dan menyuruhnya meninggalkan Ayu. Keadaan akan lebih mudah.Tapi permintaan istrinya membuat ia bingung.

"Bu..buat apa bu?"
"Ibu Cuma pengen ngeliat non Ayu. Ibu pengen ngobrol dan kenal lebih dekat. Ibu sadar bahwa posisi kita serba salah. Ibu juga sadar bahwa sudah terlanjur. Tapi sebagai istri bapak, Ibu pengen memastikan bahwa Ayu adalah gadis yang tepat untuk bapak. Kalo benar, ibu rela bapak terus sama Ayu," jelas Bu Wati tegas.

Pak Tanba tambah bingung. Ia tidak menyangka bahwa istrinya bisa memutuskan hal yang seperti ini. Ada perasaan senang, takut dan perasaan lain yang bercampur aduk.

" Maksud Ibu? Ibu ingin cerai atau bagaimana? Bapak nggak mau ini terjadi.," tanya lelaki Ambon ini.

" Nggak pak. Ibu nggak ingin cerai. Kasian anak-anak juga. Ibu hanya mau bila Bapak terus sama Ayu, bapak nggak sembunyi-sembunyi lagi. Besok bawa Ayu ke sini pak. Ibu mau ngobrol dan bertemu." ujar Bu wati lalu berlalu masuk ke kamarnya.

Pak Tanba terdiam. Lelaki botak bertubuh hitam besar ini merasa serba salah. Di satu sisi ia lega bahwa istrinya amat pengertian. Di sisi lain, ia tak ingin Ayu kemudian marah karena ia menceritakannya hubungan mereka dengan istrinya. Pak Tanba masih ingin bersama dengan gadis muda itu dan terus merasakan kehangatan tubuhnya. Pak Tanba menarik nafas berat. Pilihan ini membuanta tak bisa tidur. Malam pun terasa amat panjang baginya.

Keesokan hari, Pak Tanba memberanikan diri menelopon Ayu. Ayu yang memang menantikan telepon kekasih tuanya itu, gembira menerimanya. Namun, Ayu merasa heran saat mendengar suara Pak Tanba yang amat serius dan mengatakan ingin bertemu. Dalam hati gadis muda ini tahu, ada suatu masalah yang menimpa pejantan tuanya itu. Mereka lalu sepakat bertemu di kampus. Sore sekitar pukul 16:30, Pak Tanba menjemput Ayu menggunakan taksinya. Ayu yang kangen dengan Pak Tanba mencium kekasih tuanya itu dengan gembira. Meski dibalas dengan hangat, tapi Ayu heran bahwa lelaki Ambon itu teramat serius.

" Ada apa pak? Kok kayak ada masalah?" tanya Ayu.

Pak Tanba menghela nafas berat. "Ayu, bapak pengen ngobrol panjang dengan Ayu, " ujar lelaki hitam besar itu.

Ayu mengangguk, meski heran. Mereka lalu menuju sebuah rumah makan yang sudah menjadi langganan Ayu. Setelah memesan makanan, Pak Tanba yang sudah tidak tahan lagi, lalu menceritakan kejadian saat ia kepergok bertelpon seks dengan gadis muda itu. Ayu sempat kaget dan terkejut. Namun, gadis cantik keturnan Indo ini memberikan kesempatan Pak Tanba untuk bercerita lebih lanjut. Pak Tanba pun bercerita panjang lebar, termasuk keinginan istrinya untuk bertmu dengan Ayu.

"Begitulah Yu. Bapak sudah menceritakan segalanya. Dari awal bapak sudah cerita ke Ayu kalau bapak ini sudah punya anak istri. Bahkan sudah punya cucu. Bapak ini bukan pria yang pantas untuk Ayu. Bapak senang Ayu sudah percaya memberikan keperawanan Ayu ke Bapak. Bapak juga ingin terus bersama Ayu. Sekarang terserah Ayu gimana, " ujar lelaki tua itu pasrah.

Ayu termenung. Semula Ayu memang hanya ingin menjalankan ritual Cincin Perawan yang telah membuatnya berhubungan intim dengan Pak Tanba. Ia pun tidak ada keinginan untuk menikah dengan sopir taksi 48 tahun ini. Ia masih muda, cantik, masa depannya cerah. Ia juga tak yakin, bila orang tuanya yang tinggal di Bali mengizinkan ia berhubungan dengan pria yang lebih pantas jadi ayahnya ini. Namun Ayu harus mengakui bahwa Pak Tanba telah menempati ruang khusus di hatinya. Selain puas dengan penis hitam besar lelaki ini, Ayu pun merasa bahwa Pak Tanba adalah pria bertanggung jawab. Ia pun ingin terus merengguk birahi dengan pria ini, entah sampai kapan. Tidak masalah bahwa Pak Tanba adalah lelaki tua, berkaki pincang, hitam dan berwajah seram. Ayu pun tersenyum. Ia meraih tangan kekar hitam Pak Tanba. Lelaki tua ini ini menatap wajah kekasih mudanya dengan hati yang berdegub kencang. Pak Tanba sudah siap bila ia harus melupakan kenangan seksual indah dengan gadis ini.

" Pak, sekarang kita makan dulu. Terus kita ke rumah bapak ya," Jawab Ayu dengan tersenyum.

Pak Tanba merasa kaget, senang dan berbagai perasaan lainnya. " Be bee..nar Ayu? Pak Tanba memastikan. Ia masih tidak percaya.
" Benar pak. Ayu pun tidak ingin berpisah dengan bapak," tegas Ayu.

Ingin rasanya Pak Tanba mencium Ayu saat ini. Ia begitu bahagia, mengetahui gadis cantik ini begitu baik ingin menemaninya. Perasaan Pak Tanba saat ini sama saat Ayu pertama kali mengajaknya ebrhubungan intim. Keduanya lalu makan dan setelahnya mereka menuju rumah Pak Tanba.

Sepanjang jalan mereka hanya diam, sibuk berpikir masing-masing. Keduanya lalu tiba di rumah Pak Tanba tepat pukul 20:05. Istri Pak Tanba, Bu Wati, telah menunggu di depan pintu. Anak bungsu mereka masih menginap di rumah kakaknya, jadi di rumah hanya ada Bu Wati. Melihat sosok perempuan tua gendut berkulit sawo matang sedang menunggu di depan pintu, Ayu langsung tahu bahwa itulah Bu Wati, istri Pak Tanba. Ayu merasa gugup dan gelisah. Biar bagaimanapun ia akan bertemu dengan istri sah lelaki tua yang telah berselingkuh dengannya.

" Itu Bu Wati ya pak?" Tanya Ayu gugup.

Pak Tanba mengangguk. Matanya menatap gadis muda di depannya. Ia menggenggam tangan Ayu, lalu mencium mulutnya lembut.

Keduanya lalu turun dari taksi dan melangkah masuk pintu rumah kecil itu.

Rumah Pak Tanba amatlah sederhana bila dibandingkan dengan rumah Ayu. Ruang tamunya kecil. Hanya ada sofa butut panjang, karpet, televisi dua puluh inch keluaran lama, dan bantal-bantal untuk tidur.

Dari ruang tamu sudah terlihat dua sekat kamar. Lalu terlihat ruang makan dan dapur yang tertutup tirai. Tidak ada perabotan mewah. Ruang tamu semakin sempit karena ada motor butut Pak Tanba yang terparkir.

"Permisi" Ujar Ayu mencoba sopan. Pak Tanba menggandeng tangan Ayu supaya masuk ruang tamu.
"Silahkan masuk" Ujar Bu Wati dengan ramah. Tidak terdengar kemarahan. Keadaan ini membuat Ayu sedikit tenang

Ketiganya lalu duduk di atas karpet tua tipis di ruang tamu. TV menyala menyiarkan acara sinetron.

Pak Tanba duduk di dekat pintu keluar, Ayu di sampingnya. Bu Wati di depan mereka, seolah menginterogasi. Sejenak suasana menjadi canggung dan kaku. Mereka bertiga hanya diam. Hingga akhirnya Pak Tanba memberanikan diri memperkenalkan Ayu ke istrinya.

" Bu perkenalkan ini Ayu. Ayu ini istriku, Wati" ujar Pak Tanba.

Ayu dan BU Wati berjabatan tangan. Mereka saling berpandangan dan memperhatikan

Bu Wati melihat Ayu dari ujung rambut ke ujung kaki. Ia tidak menyangka bahwa suaminya amat beruntung merenggut keperawanan gadis muda yang amat cantik ini. Bu Wati selama ini hanya melihat sosok secantik Ayu, lewat artis-artis Ibukota di layar kaca. Dalam hati Bu Wati makin penasaran apa yang menyebabkan Ayu mau saja tidur dengan suaminya. Sebaliknya, Ayu melihat sosok Bu Wati seperti ibu-ibu pada umumnya. Berwajah bundar, sudah keriput di wajahnya. Rambutnya yang panjang sudah memutih sebagian. Tubuhnya gendut dan Bu Wati memiliki raut keramahan yang membuat Ayu tenang.

" Oh ini toh namanya Nak Ayu," ujar Bu Wati lembut.

Ayu hanya tersenyum sambil menunduk. Ia melirik Pak Tanba, yang terlihat canggung dan salah tingkah. Mereka bak dua remaja nakal yang akan dihukum oleh Bu Guru.

" Pak, Ibu ingin ngobrol berdua dengan Nak Ayu. Bapak nunggu di luar saja, " pinta Bu Wati.

Ayu dan Pak Tanba cemas. Mereka berpandangan.

"Tenang saja Pak. Nak Ayu yang cantik ini nggak akan diapa-apakan. Ibu hanya pengen ngobrol dengan sesama wanita saja, " jelas Bu Wati.

Ayu pun mengangguk kepada Pak Tanba. Kekasih tuanya, sekaligus suami Bu Wati ini pun kemudian berdiri dan keluar rumah. Lelaki tua ini amat gugup. Ia kemudian berdiri di halaman, dan menyalakan rokok. Sementara di dalam, istrinya dan gadis yang diselingkuhinya sedang bertemu, entah akan membicarakan apa. Di ruang tamu, Bu Wati memulai pembicaraan.

" Non mau minum apa?" Tanya Bu wati lembut.

Ayu masih gugup. Ia hanya tersenyum, menggeleng. " Nggak usah Bu. Tadi saya dengan Pak Tanda sudah makan"

BU Wati tersenyum. Ayu merasa wanita tua ini amatlah baik dan bijaksana. Gadis muda ini kemudian merasa berdosa, telah membuat suaminya tidur dengannya. Hanya karena nafsu birahi Cincin Perawan.

Bu wati mendekati Ayu. Tanpa diduga, wanita tua itu membelai rambut dan wajah Ayu yang tampak bingung dan pucat. Bu Wati menatap wajah Ayu dengan lama. Wanita tua ini lalu memgang dagu lancip Ayu, kemudian melepasnya.

" Nak Ayu ini sangat sangat cantik. Berkulit putih, baik, kaya. Ibu ingin tanya, apa yang membuat Ayu rela melepas keperawanan kepada suami ibu? Suami ibu itu udah tua, hitam, jelek, jalannya pincang. Sopir taksi lagi. Ibu yakin, banyak pemuda3 ganteng kayak artis yang sama kayanya dengan nak Ayu, yang rela mengejar-ngejar Nak Ayu. Ibu heran. Kenapa Nak?" tanya Bu Wati dengan lembut.

Ayu terdiam. Ia menunduk tak berani memandan. Ia sebenarnya sedang mencari jawaban yang tepat. Ayu tak mungkin bercerita mengenai Cincin Perawan yang dimilikinya. Setelah menemukan jawaban, Ayu memberanikan diri menatap Bu Wati dan menjawabnya dengan sopan.

"Saya juga bingung bu. Saya Cuma pernah berpacaran dua kali. Itu pun nggak ngapa-ngapain. Tapi ketika ngeliat Pak Tanba, Ayu merasa amat tertarik. Ada sesuatu dalam diri suami ibu yang membuat saya tertarik. Pak tanba memang bukan tipe ideal gadis-gadis seumuran saya. Pada malam setelah saya bertemu suami Ibu, saya mimpi bahwa Pak Tanba adalah pria yang saya cari. Saya sendiri tahu Pak Tanba telah punya anak istri, bahkan telah punya cucu. Saya tahu masa depan saya masih panjang, tapi saya tidak bisa membohongi diri sendiri, bahwa saya amat tertarik dengan Pak Tanba. Saya tidak minta dinikahi, saya hanya menemukan sosok lelaki yang membuat saya nyaman, " jelasnya panjang. Tentu saja ia mengarangnya.

Bu Wati tersenyum. Antara kagum, tidak percaya, dan bangga terhadap suaminya yang telah bisa menaklukkan gadis amat cantik ini. Wanita tua ini lalu memegang tangan Ayu.

"Ibu jarang ketemu sama gadis kayak Nak Ayu. Anak bungsu saya saja mencari pria tampan kaya. Tapi Nak Ayu beda. Ibu hargai kejujuran Nak Ayu," ujar Bu Wati lembut.

Ayu sama sekali tidak menduga reaksi Bu Wati seperti ini. Tadi dia siap menerima dampratan, makian dan hinaan Bu Wati karena telah merebut suaminya. Dalam hati Ayu makin mengagumi Pak Tanba, yang memang seorang lelaki hebat. Tak hanya soal seks dan ukuran kelamin, namun juga mampu menjadi kepala keluarga yang baik. Bu Wati lalu bercerita mengenai awal mulanya bertemu dengan Pak Tanba. Ayu dan Bu Wati lalu mengobrol tentang sejarahnya bertemu dengan Pak Tanba, tentang dirinya dan tentang anak-anaknya. Bahkan Bu Wati memperlihatkan foto pernikahannya dengan Pak Tanba, Pak Tanba waktu muda, serta foto anak-anaknya. Obrolan mereka bak obrolan seorang ibu dan anaknya. Dalam hati Ayu merasa senang dengan Bu Wati. Bu Wati pun senang suaminya mendapat gadis seperti Ayu. Bu Wati juga menjelaskan perilaku seks Pak Tanba, yang ternyata memang lembut dan mampu membuat Bu Wati melayang. Wanita tua ini juga menceritakan bagaimana sudah lebih 6 tahun mereka tidak lagi berhubungan intim.

"Kini Ibu rela dan bahagia, suami Ibu bisa mendapat seorang wanita yang tak hanya menjadi teman tidur, tapi juga amat baik seperti Nak Ayu. Kalau misalnya bukan duluan bapaknya yang nidurin Nak Ayu, Ibu amat yakin, anak lelaki ibu pun akan kepincut, " ujar Bu Wati tersenyum
"Ah Bu Wati bisa aja, " jawab Ayu malu.
"Nak Ayu, Ibu mau bertanya. Waktu pertama kali suami Ibu merawanin Nak Ayu, apakah Nak Ayu kuat? Senjata Bapak kan gede dan panjang. Terus Bapak kuat lagi. Nak Ayu nggak kewalahan? Ibu aja duluu waktu malam pertama dengan bapak, sempat seminggu nggak bisa jalan, " Bu Wati serius bertanya.

Ayu mukanya memerah mendapatkan pertanyaan ini. Gadis muda ini lalu teringat kembali saat pertama kali penis besar hitam Pak Tanba menjebol keperawanannya. Ayu pun merasakan hal yang sama. Sakit menahan penis besar hitam dan panjang milik Pak Tanba. Namun, Ayu tak mungkin bercerita mengenai Cincin Perawan miliknya. Mengingat saat ia ngentot dengan Pak Tanba, membuat Ayu terangsang.

"Jangan malu Nak Ayu. Ceritakan saja. Sudah berapa kali Nak Ayu bersenggama dengan Bapak?" tanya Bu Wati.
"Sudah 4 kali bu. Waktu pertama dengan Pak Tanba, memang sakit. Punya bapak gede banget. Tapi, bapak itu telaten dan lembut. Dia bisa membimbing Ayu. Habisnya Ayu juga sempet gak bisa jalan. Tapi Pak Tanba bisa ngemong Ayu. Dari malam pertama, Ayu sama Bapak ngelakuin lagi paginya. Terus Malam minggu dan Minggu Siangnya. Pak Tanba staminanya kuat, " jawab Ayu sambil tertunduk malu.

Bu Wati terkekeh. Ia suka dengan sikap lugu Ayu. Ia juga senang bahwa suaminya telah belajar banyak dari pengalamannya. Meski tidak pernah berselingkuh sebelumnya, Pak Tanba ternyata banyak belajar bagaimana memperlakukan seorang perawan. Bu Wati membelai rambut Ayu.

"Nak Ayu, Ibu senang ngeliat Ayu dengan Bapak. Ibu juga senang bahwa kalian saling menyayangi. Ibu sekarang merestui Nak Ayu dengan Suami Ibu, " ujar Bu Wati mantap.

Ayu terkejut. Ia tak menyangka ketulusan dan kebesaran hati Bu Wati mendukung suaminya.

" Sekarang Ibu minta Nak Ayu malam ini nginep di rumah ini. Layani Bapak. Ia amat butuh Nak Ayu. Kebetulan Anak bungsu Ibu sekarang nginep di rumah kakaknya. Nak Ayu sama Bapak tidur di kamar kami, Ibu akan tidur di kamar anak bungsu, " ujar Bu Wati mantap.

Ayu terkejut. Bukan karena kerelaan Bu Wati ia bersetubuh dengan suaminya di kamar mereka, tetapi Ayu tidak membawa pakaian ganti. Ayu memang selalu membawa perlengkapan mandi, tapi ia tidak membawa celana dalam. Bu Wati mengerti pikiran Ayu.

"Nak Ayu bisa pinjam baju anak Ibu untuk tidur. Memang bukan baju mahal, tapi cukup untuk tidur. Kasian juga misal Nak Ayu mesti pulang dulu, baru kesini lagi. Sudah jam setengah sepuluh malam. Kamar ibu juga Cuma punya kipas angin, tapi Ibu yakin Nak Ayu juga sudah kangen dengan bapak, " jelas Bu Wati.

Dalam hati Ayu membenarkan perkataan Bu Wati. Ia memang sudah merindukan belaian, cumbuan dan penis hitam besar Pak Tanba. Dan kini, istrinya sudah merestui hubungan mereka. Kini mereka sudah bisa berhubungan tanpa sembunyi-sembunyi lagi. Memikirkan itu, Ayu mengangguk.

"Bentar ibu panggilkan Bapak dan Ibu kasih baju ganti buat Nak Ayu. Nak ayu bawa alat mandi kan? Sekarang Nak Ayu mandi dulu, ganti baju ya, " ujar Bu Wati.

Bu Wati lalu menuntun Ayu ke kamar mandi dan ke kamar pribadi Bu Wati dan Pak Tanba.

Di luar rumah Pak Tanba merasa gelisah. Sudah 40 menit lebih ia menunggu di luar, sementara istri dan Ayu, gadis selingkuhannya, mengobrol di dalam. Sudah satu bungkus rokok kretek yang ia habiskan selama menunggu. Jantungnya berdegup kencang. Ajakan menngobrol para tetangganya pun diiyakan Pak Tanba diiyakan untuk menutupi kegelisahannya. Selama mengobrol, pikirannya tertuju pada Istri dan Ayu. Apa yang mereka obrolkan? Apakah Ayu mendapat marah? Pak Tanba sebenarnya ingin masuk ke dalam rumah. Tapi lelaki tua ini tak mau memperkeruh suasana. Kegelisahan Pak Tanba terbaca oleh para tetangganya.

" Kenapa Pak Tanba, kok gelisah? Kayak nunggu lahiran saja.? Lagi ada tamu ya?" tanya tetangganya.

Pria botak tinggi besar hitam ini hanya tersenyum dan mencoba menjawab dengan sewajarnya.

"Nggak kok. Hanya kurang tidur. Di dalam lagi ada keponakan istriku sedang bertamu," Ujarnya singkat.

Penantian Pak Tanba berakhir selepas satu jam lebih. Dari rumahnya, ia mendengar istrinya memanggil.

Pak Tanba pun lalu minta diri. Dengan langkah pincang, lelaki hitam besar ini menuju rumahnya. Ia sudah siap dengan segala sesuatu yang akan terjadi. Namun, di ruang tamu ia tidak melihat sosok Ayu.

"Lho, kemana Ayu? Ngobrol apa aja kalian, Bu?" tanya Pak Tanba dengan suara beratnya.

Ia penasaran kemana gadis muda selingkuhannya itu. Bu Wati hanya tersenyum.

" Nak Ayu sedang nunggu Bapak di kamar kita," ujar Bu Wati.

Pak Tanba terkejut. Apakah istrinya telah setuju dengan hubungannya dengan Ayu? Apakah kini ia bisa menikmati tubuh Ayu tanpa takut dan sembunyi- sembunyi lagi? Bu Wati tahu perasaan suaminya.

"Saya sudah setuju Pak. Nak Ayu itu gadis yang baik. Ia amat menyayangi Bapak. Ibu juga tahu Bapak sayang sama Nak Ayu. Ibu minta Nak Ayu malam ini tinggal di sini, melayani Bapak. Sekarang Bapak bisa menggauli Nak Ayu dengan tenang, Ibu sudah ikhlas, " jawab Bu Wati mantap kepada suaminya.

Tak terbayangkan betapa senangnya hati pria tua Ambon itu. Ia lalu mencium kening istrinya dengan penuh sayang. Pria jantan ini kagum akan keikhlasan istrinya itu.

"Terima kasih Bu." Hanya itu yang bisa dikatakan Pak Tanba.

Bu Wati tersenyum. "Sekarang bapak gauli Nak Ayu. Hamili dia. Tapi Ibu minta Bapak jangan lupa diri. Secepat mungkin Bapak ajak nikah Nak Ayu, supaya hubungan Bapak sah sebagai suami istri. Puaskan Bapak dan Nak Ayu. Jarang ada gadis muda cantik kaya raya yang rela ditiduri lelaki tua, " ujar Bu Wati.

Pak Tanba tersenyum. Ia ingin membantu istrinya menutup pintu, tapi Bu Wati meminta Pak Tanba segera mandi dan menemui Ayu di kamarnya. Sambil tersenyum bahagia, Pak Tanba melangkah ke kamar mandi. Di dalam lelaki tua gempal berkulit hitam ini terasa amat bahgia. Tak sabar ia segera membersihkan diri lalu menemui istri mudanya yang amat cantik itu. Sudah 4 hari Pak Tanba tidak memuntahkan air maninya ke vagina Ayu yang sempit.

Seusai mandi, dengan hanya mengenakan sarung, Pak Tanba melangkah ke kamar istrinya. Di ruang tamu, sekilas terlihat istrinya yang tersenyum memberi restu. Bu Wati bahagia melihat suaminya gembira, karena sebentar lagi akan menunaikan tugasnya sebagai pejantan kepada madunya. Pak Tanba lalu mengetuk pintu kamar. Terdengar suara Ayu yang mempersilahkan ia masuk. Di dalam kamar yang sempit, yang hanya diterangi lampu 5 watt, lemari tua, dan ranjang tua, lelaki Ambon ini melihat Ayu sedang duduk di atas ranjangm mengenakan kaos dan celana pendek anak bungsunya. Kipas angin tua sudah dihidupkan untuk menghilangkan suasana gerah dan sumpek. Ayu melihat lelaki tua bertubuh hitam besar di hadapanya dengan tersenuym. Pak Tanba sudah bertelanjang dada, memamerkan tubuh hitamnya yang gempal, berbulu dan perut gendut. Hanya mengenakan sarung tua. Dada gadis muda ini bergetar. Kini ia akan bersenggama dengan lelaki tua ini di kamar yang ditempati bersama istrinya. Kini mereka resmi menjadi sepasang kekasih yang telah direstui istri Pak Tanba. Pak Tanba lalu mendekati Ayu. Lelaki tua ini melihat gadis cantik ini dengan penuh gairah. Keduanya lalu duduk berhadapan di ranjang tua milik Pak Tanba dan istrinya. Aroma tubuh keduanya memancarkan kesegaran sehabis mandi dan juga gairah yang sebentar lagi akan tersalurkan. Pak Tanba membelai wajah cantik Ayu. Jemari besar hitam dan kasar lelaki tua itu meraba bibir sang gadis.

"Sekarang kita sudah direstui Ayu. Ayu bahagia?" tanya Pak Tanba.

Ayu tersenyum. " Iya pak. Istri bapak luar biasa. Saya terharu, " ujar Ayu sambil meneteskan air mata.

Pak Tanba mengusap air mata bahagia Ayu dengan jari besarnya yang kasar. Lelaki tua ini lalu mengecup pipi putih Ayu. Lalu bibirnya mengecup bibir Ayu dengan lembut. Lalu mengulumnya. Ayu membalas ciuman pejantannya itu. Kedua berciuman dengan lembut dan penuh birahi. Kedua tangan Ayu memegang wajah hitam Pak Tanba dan membelai kepala botaknya. Segera saja kedua lidah mereka bertautan. Nafsu dengan cepat membara. Pak Tanba lalu berusaha melepas kaos yang dikenakan Ayu. Ayu membantunya. Ayu segera telanjang dada, tanpa mengenakan apapun lagi. Pak Tanba kembali menciumi mulut Ayu, sambil berusaha meraba kedua payudara sekal indah milik Ayu. Tangan Pak Tanba terlihat gugup dan gemetar.

"Kenapa gemetar pak?" Tanya Ayu di sela percipokan mereka.
"Bapak sekarang malah gugup, karena sekarang kita resmi Ayu, " ujar Pak Tanba sambil menatap wajah Ayu, betapa cantiknya wajah itu.

Ayu hanya menjawab dengan ciuman dan pagutan ke bibir Pak Tanba. Keduanya segera larut dalam gairah birahi. Segera saja Pak Tanba menciumi dan menjilati telinga, leher dan dada Ayu. Kedua buah dada Ayu di kulum dan dijilati dengan lembut.

Ayu mendesah, "Aaaah terus paaak"

Lelaki tua Ambon itu lalu merebahkan Ayu ke ranjang tua miliknya. Ia lalu menjilati selueurh tubuh Ayu tanpa lelah. Segera saja tubuh putih mulus gadis muda cantik itu basah oleh air liur Pak Tanba. Keringat pun segera membasahi kedua insan itu. Tubuh hitam gempal Pak Tanba tampak berkilat jantan. Sambil menciumi tubuh istri mudanya itu, tangan Pak Tanba menelusup ke balik celana pendek Ayu, meraba vagina sempit gadis itu.

Ayu mendesah, "Aaah.. buka saja ppaak"

Pak Tanba dengan senang mengabulkan permintaan gadis muda itu. Tidak susah karena dibantu oleh Ayu. Segera saja tubuh Ayu sudah bugil. Pak Tanba segera melihat vagina sempit mulus gadis muda itu. Dalam hati ia amat takjub, meski sudah empat kali dibobol oleh penis hitam besarnya, vagina itu masih seperti perawan.

Pak Tanba pun segera melepas sarung yang dikenakannya. Kini lelaki tua itu sudah bugil. Terlihat tubuh hitam besar kekarnya dan juga penis besar hitam lelaki Ambon itu yang sudah menegang. Meski sudah beberapa kali melihat batang perkasa itu, Ayu masih merasa bergetar. Ada pesona tersendiri saat melihat batang kejantanan Pak Tanba yang berwarna hitam dan berukuran 19 cm itu. Terlebih melihat kepala penis yang disunat berwarna coklat kehitaman mengkilat bak jamur itu.

"Lampunya dimatikan Ayu?" tanya Pak Tanba.

"BIarkan saja pak. Ayu ingin melihat wajah dan badan bapak waktu memasuki Ayu, " ujar Ayu genit.

Lelaki Ambon itu segera menindih tubuh Ayu. Kembali mereka berciuman. Pak Tanba terus merangsang gadis muda itu dengan ciuman, jilatan dan belaian lembut di sekujur tubuh mulusnya. Sasaran berikutnya mulut Pak Tanba adalah liang vagina Ayu. Lelaki itu segera menjilati dan menciumi liang kecil harum tak berbulu itu.

" aaaaaah enaak paak".

Pak Tanba dengan telaten menjilati vagina itu. Sesekali jarinya membelai dan mengocok liang, serta kelentit Ayu. Tidak butuh lama bagi Ayu untuk merasakan sensasi birahi. Vaginanya terasa gatal.

" Aaahhh paaaakk enaaak"

Pak Tanba terus merangsang vagina pasanganya dengan penuh gairah. Lidah kasarnya menjilat kelentit Ayu tanpa henti. Liang vagina Ayu terus banjir oleh cairan kenikmatan. Ayu pun segera orgasme. Liang kemaluannya berdenyut dan berdenyut.

"oooohh paaaakk" Ayu melolong panjang, seiring muncratnya cairan orgasmenya.

Pak Tanba tersenyum melihat gadis muda itu takluk oleh cumbuannya. Wajah hitamnya semakin mengkilat terkena cairan orgasme Ayu. Lelaki tua itu pun kemudian bangkit dan merangsek ke atas tubuh Ayu. Ciuman dan jilatnya kini mengarah pada ketiak putih mulus Ayu. Ayu yang masih lemas karena orgasme, menjerit geli. Pak Tanba lalu bangkit dan menghadapkan batang kemaluannya yang sudah menegang ke wajah Ayu. Ayu tahu bahwa sopir taksi Ambon ini ingin agar Ayu mengulum penis hitam besar itu. Segera saja kepala penis besar hitam Pak Tanba dihisap dan dikulum.

"oooh enaaak ayuu" desah Pak Tanba.

Pak Tanba lalu memompa batang kemaluannya ke mulut Ayu secara perlahan. Rongga mulut kecil Ayu segera terisi penuh oleh batang perkasa itu. Batang kemaluan hitam besar Pak Tanba segera keluar masuk mulut Ayu. Ayu berusaha memberi rangsangan kepada siempunya batang perkasa itu. Beberapa kali Ayu terlihat tersedak. Pak Tanba yang merasa penisnya sudah mengaceng maksimal, tak ingin mengeluarkan air maninya ke mulut Ayu. Lelaki Ambon ini mengeluarkan penisnya dari mulut Ayu. Kini batang penis besar hitam dan berurat itu telah basah mengkilat oleh air liur Ayu. Pak Tanba kini mengarahkan dua jarinya memasuki lubang vagina Ayu. Dikocoknya perlahan, sehingga vagina itu kembali basah.

"ooohh paaak Ayu udah nggak tahaaan"

Ingin memuaskan gadis muda itu dan dirinya, Pak Tanba segera mengambil ancang-ancang. Kaki Ayu dibuka lebar dan dua jari kasarnya menguak lubang vagina Ayu. Lubang kenikmatan itu telah menguak. Masih sempit. Pak Tanba lalu mengocok penisnya pelan, lalu membimbingnya memasuki vagina Ayu. Kepala penis besar bak jamur milik lelaki tua itu segera menyentuh bibir luar vagina Ayu. Pak Tanba lalu mendorong pantat hitam besarnya, dan perlahan penisnya masuk ke lubang sempit Ayu.

"ooooooohhhh" Pak Tanba mendesah.

Ayu memejamkan mata menikmati setiap pergesekan kulit vaginanya dengan kulit penis sopir taksi tua itu. Pak Tanba merasa kenikmatan saat kulit penisnya menyentuh dinding vagina Ayu. Masih sempit dan pejal, meski sudah 4 kali dibobol penisnya. Pak Tanba mendorong dan menarik penis besarnya ke lubang vagina Ayu dengan pelan dan lembut. Ia tak ingin menyakiti pasangan mudanya itu. Terlihat vagina Ayu menganga lebar akibat dimasuki batang raksasa itu. Saat penis Pak Tanba menekan masuk, lubang itu merekah. Saat Lelaki tua itu menarik penisnya, vaginanya menguncup. Begitu berulang-ulang. Usaha penis besar hitam Pak Tanba memasuki lubang vagina Ayu semakin lancar akibat cairan vagina Ayu yang mengalir deras, berfungsi sebagai pelicin. Akhirnya penis Pak Tanba masuk seluruhnya ke vagina Ayu. Pak Tanba merasakan kenikmatan luar biasa, akibat penisnya dipijat dan diremas oleh dinding vagina Ayu. Ayu pun merasakan saat itu liang vaginanya amat penuh dan sesak. Ia merasakan kenikmatan kedutan urat batang hangat itu di vaginanya. Pak Tanba membiarkan beberapa saat penisnya mengisi lubang vagina Ayu. Ia ingin gadis itu merasakan nikmat dan terbiasa dengan ukuran penis hitamnya. Dalam hati lelaki tua itu heran, meski sudah ia renggut keperawanannya, vagina gadis cantik ini masih seeprti perawan. Sempit dan menjempit. Keduanya pun bertatapan dalam diam, menikmati pertemuan dua kelamin mereka secara sempurna. Wajah cantik Ayu yang memerah menahan gairah birahi terlihat amat cantik di mata Pak Tanba. Di sisi lain,wajah Ambon lelaki botak itu terlihat amat seksi dan jantan di mata Ayu. Meski jelek dan mirip Forest Whitaker, wajah Pak Tanba yang memendam birahi itu terlihat amat jantan.Pak Tanba lalu menarik batang penisnya hingga keluar separuh. Lalu perlahan dihujamkannya lagi ke vagina Ayu hingga lubang itu menganga lebar. Begitu berulang-ulang, lembut dan bertenaga. Ayu merasakan kenikmatan luar biasa saat bibir vagina bergesek dengan batang berurat lelaki tua itu. Ia merasakan geli. Sementara Pak Tanba pun merasa amat nikmat. Lama lama kocokan batang penis hitam besar Pak Tanba semakin cepat. Mata Ayu sudah terlihat sayu memendam birahi.

Keringat keduanya semakin membasahi tubuh masing-masing. Terlihat dalam kamar sempit sederhana di bawah lampu 5 watt itu, tubuh tambun hitam besar Pak Tanba terlihat mengkilat dan amat macho. Amat kontras dengan tubuh putih mungil Ayu. Hawa panas penuh birahi memenuhi kamar itu. Suara kipas angin tua, bercampur desahan dan erangan nikmat keduanya bercampur baur. Kaki putih indah milik Ayu mengangkang lebar. Memberika kesempatan bagi Penis besar hitam Pak Tanba memasuki vaginanya tanpa halangan. Kaki jenjang Ayu kini bertumpu pada pantat sekal besar milik Pak Tanba. Dari pertemuan kedua kelamin mereka, terdengar bunyi cipokan, akibat pertemuan batang penis dan vagina. Biji peler Pak tanba pun sesekali menampar pangkal vagina Ayu. Mata Ayu terpejam meresapi kenikmatan yang diberikan Pak Tanba. Kedua tanganya melingkar pada leher kokoh milik lelaki tua itu.

Kedua lengan hitam kekar Pak Tanba terlihat memegangi kedua paha Ayu. Mata lelaki tua itu terlihat sayu, namun menatap tajam ke arah wajah Ayu. Mulutnya tak berhenti. Kini bergantian, mulut hitam Pak Tanba mengulum kedua payudara sekal Ayu, sesekali lidahnya menjilat kedua puting merah jambu yang sudah mengeras.

"ooohh paaaaak" desah Ayu mendapat rangsangan.

Pemandangan yang terlihat di kamar itu amat menggairahkan. Betapa otot-otot tubuh Pak Tanba mengencang, karena lelaki Ambon ini ingin memberikan kenikmatan maksimal ke kekasih mudanya ini.

"Plokkk..plokkk" bunyi pertemuan antara penis Pak Tanba dan vagina Ayu, bercampur dengan desahan nikmat keduanya. Juga terdengar derit ranjang tua milik Pak Tanba dan istrinya. Seprai dan batal ranjang itu sudah tak karuan. Berantakan akibat perang birahi keduanya.

Sudah 13 menit persenggamaan panas itu berlangsung. Ayu kini merasakan vaginanya semakin gatal. Empotan dinding vaginanya semakin kuat. Gadis muda itu akan segera orgasme untuk kedua kalinya. Ketika saat itu datang, Ayu merasakan tubuhnya menegang. Tubuhnya melengkung ke atas. Pak Tanba yang sigap, segera mengulum buah dada kanan Ayu. Memberikan kenikmatan maksimal. Mulut Ayu terbuka, matanya terpejam dan semburan air vaginanya menyemprot kera.

" acccchhhhh paaak Tanbaaa" Kedua tangan Ayu memeluk leher pak tanba keras.
"Crooot..croot..croot" Ayu lemas tak bertenaga.

Di sisi lain, Pak Tanba pun merasakan remasan dinding vagina Ayu semakin kuat menjepit batang penis dan kepala besarnya. Pak Tanba merasakan kepala penisnya gatal. Urat-urat penisnya membesar dan berkedut. Mata lelaki tua ini terpejam. Otot leher, dahi, serta tubuhnya menegang maksimal. Tubuh tua itu terlihat amat macho dan jantan. Pak Tanba lalu menekan seluruh batang penis hitam besarnya dan air maninya pun muncrat dengan deras. Pria tua Ambon itu menggeram.

" oooohhhhh..ooooh...crroot..crooot"

Air mani kental sopir taksi ini membasahi seluruh ruang vagina dan rahim Ayu. Saking banyaknya terlihat campuran antara mani kental dan cairan vagina Ayu, menetes dari vagina wanita itu. Kedua insan berlainan jenis itu lalu terkulai lemas. Tubuh hitam berkilat keringat Pak Tanba menindih tubuh mungil Ayu. Penis Pak Tanba masih tertanam di vagina Ayu. Saat lelaki ini menarik keluar penisnya, tampak lelehan air mani mengalir deras dari vagina Ayu yang kini sudah menganga. Batang hitam besar Pak Tanba terlihat mengkilat oleh mani dan cairan vagina Ayu.

"Plop.." begitu bunyi yang keluar saat pak tanba mencabut penisnya.

Kini Pak Tanba berbaring di samping Ayu. Nafas keduanya tersengal sehabis persenggamaan luar biasa itu. Angin kipas angin sedikit mengurangi udara panas di kamar itu. Ayu yang baru sadar dari kenikmatannya menoleh ke Pak Tanba. Lelaki tua itu kemudian mengecup bibir Ayu. Adegan persenggamaan itu disaksikan oleh Bu Wati yang mengintip dari lubang di kamar. Meski tidak merasakan gairah lagi, Bu Wati merasa amat puas dan bahagia. Ia teringat puluhan tahun silam, saat dirnya masih segar dan berada di posisi Ayu. Bu Wati bisa mengerti kepuasan yang dirasakan Ayu saat bersenggama dengan suaminya. Ia pernah merasakan kejantanan penis Pak Tanba mengobrak-abrik vaginanya. Empat anak yang sudah dewasa adalah buktinya. Saat persenggamaan itu selesai, Bu Wati menuju ruang kamar anak bungsunya. Ia menangis bahagia. Sementara di dalam kamar, Pak Tanba telah bangkit. Ia meraih sarungnya, mengenakan dan keluar kamar untuk mengambil air minum. Jalannya pincang, namun ia tetap jantan. Pak Tanba kembali ke kamarnya, menutup pintu kamar dan menghampiri pengantin mudanya. Ia dengan sayang memberikan minum kepada Ayu. Ayu pun meminumnya untuk memulihkan tenaga dan rasa hausnya. Keduanya lalu tertidur. Tubuh telanjang Ayu dipeluk oleh lengan kekar hitam Pak Tanba. Keduanya tidur pula seusai menuntaskan nafsu birahi yang terpendam. Kini hubungan mereka telah direstui oleh istri Pak Tanba.

##############################

"Bangun sayang" suara berat dan jantan itu membangunkan Ayu Dyah dari tidur lelapnya.

Dirasakan Ayu sebuah ciuman hangat menghampiri pipi dan bibirnya. Ayu pun membuka mata. Kini di hadapannya terlihat wajah hitam tua milik Pak Tanba, kekasihnya. Tampak beberapa garis keriput hadir di garis mata yang berkantung. Ayu bisa mencium aroma jantan sehabis mandi yang terpancar dari pria tua berkepala botak ini. Ayu sadar ia tertidur di kamar di rumah Pak Tanba. Kamar yang biasa ditempati sang kekasih tua itu dengan istri sahnya. Ayu mengulet manja. Ia tidur di balik selimut, tanpa mengenakan apapun. Ia tidur di ranjang tua milik Pak Tanba dan istrinya. Tercium aroma air mani dan air orgasme Ayu hasil persetubuhannya dengan Pak Tanba semalam. Pak Tanba melihat kekasih mudanya itu dengan bahagia. Lelaki tua itu duduk di pinggir ranjang. Lelaki Ambon ini mengenakan kaos dan celana panjang. Tampak membayang penis besar hitam milik lelaki 48 tahun ini di balik celananya.

"Jam berapa sekarang pak?" ujar Ayu masih di balik selimut. Jendela masih tertutup, namun sinar matahari masuk melalui celah-celahnya.
"Jam 7 pagi Ayu, " jawab Pak Tanba sambil tersenyum, membelai wajah kekasih mudanya itu.
"Loh bapak nggak narik taksi?" tanya Ayu heran.
"Bapak narik malam nanti. Ayu juga nggak kuliah?" tanya balik Pak Tanba.

Ayu sebenarnya ada jadwal kuliah hari ini. Namun, badannya masih terasa lemas akibat persetubuhannya dengan Pak Tanba. Ia bermaksud ingin mengirim email ke dosen dan temannya, meminta izin untuk tidak masuk.

"Malas pak. " Ujar Ayu singkat.
"Loh nggak boleh malas. Banyak yang pengen kuliah. Anak bapak juga pengen, tapi ngga ada biaya, " Pak Tanba menasihati.
"Habis. Ayu masih lemas gara-gara bapak semalam. Ayo tanggung jawab," jawab Ayu manja.

Pak Tanba terkekeh. Dengan gemas diciumnya kekasih mudanya itu. Kini tak ada lagi yang menghalangi mereka. Hubungan mereka sudah direstui oleh istri Pak Tanba semalam.

" Ayo mandi dulu, " ujar Pak Tanba.

Ayu pun bangkit dengan malas. Tubuh telanjang indahnya kini berada di depan Pak Tanba. Lelaki tua itu masih berdecak kagum. Tubuh Ayu yang putih mulus ini amat ramping. Pinggangnya membentuk biola, pantatnya mungil kencang, padat dan putih. Kaki dan pahanya jenjang. Dan vagina Ayu pun masih sempit tak berbulu, meski telah berkali-kali dihentak oleh penis hitam besar lelaki Ambon ini. Pak Tanba pun segera terangsang. Lelaki hitam gempal ini memeluk tubuh Ayu. Mencium bahunya dari belakang.

"Tubuh Ayu memang seksi. Bapak beruntung, " rayu Pak Tanba.
"sudah. Tadi bapak nyuruh Ayu mandi, " Ayu merajuk.

Pak Tanba terkekeh. Ayu lalu mengenakan kaos dan celana pendek milik anak bungsu Pak Tanba yang sedang menginap di tempat anak tertua lelaki itu. Ayu masih merasa vaginanya lengket oleh air mani kental pejantan tuanya semalam. Ayu pun menuju kamar mandi sederhana milik keluarga Pak Tanba. Tidak ada shower, apalagi air hangat. Kamar mandi itu sederhana dan hanya pakai gayung. Toiletnya pun toilet jongkok. Ayu mandi dan merasakan air dingin membasuhi sekujur tubuhnya. Tak lupa ia bersyampo, mandi junub. Alat mandinya yang mahal, menyebarkan bau harum.

Cincin Perawan yang dikenakan Ayu, membantu gadis muda itu kembali segar. Vaginanya terasa menutup kembali, sehingga tidak terlihat jejak perbuatan penis perkasa Pak Tanba semalam. Usai mandi, Ayu pun keluar. Di ruang makan telah menunggu Pak Tanba. Mereka pun makan sarapan hasil masakan Bu Wati, istri Pak Tanba. Nasi uduk itu amat lezat. Saat makan dan ngobrol dengan Pak Tanba, Bu Wati masuk ruang makan. Wanita tua gendut istri Pak Tanba itu, sudah rapi seakan ingin pergi.

"Ayo dimakan Nak Ayu. Pasti capek abis semalam, " sindir Bu Wati.

Pak Tanba dan Ayu yang mendengarnya tersipu. Ayu merasa malu, ia menikmati perlakuan hangat dari seorang istri, setelah ia bersetubuh dengan suaminya. Di kamar mereka pula.

"Masakan ibu enak, " puji Ayu.
Bu Wati tersenyum. Ia mengelus rambut gadis muda itu. "Ah masakan sederhana. Ayo dihabisi makannya. Nanti Ibu pinjam Bapak sebentar. Ibu mau ke rumah tetangga. Bantu hajatan, " ujar Bu wati.

Mereka pun lalu menyegerakan makan. Tidak lama, Pak Tanba membantu bersiap-siap istrinya yang akan pergi. Pak Tanba memanaskan mobilnya. Dalam hati Ayu iri melihat kekompakan pasangan suami istri yang sudah membina rumah tangga selama 28 tahun itu. Tidak tampak Bu Wati bersedih hati, karena suaminya sekarang berhubungan dengan wanita lain, di depan matanya. Ayu melihat pengorbanan wanita Jawa sejati dari diri Bu Wati. Pak Tanba masuk sebentar.

"Ayu, bapak ngantar Ibu dulu ya, " ujar Pak Tanba.
"Iya pak," jawab Ayu.

Pak Tanba menyempatkan diri mencium bibir kekasih mudanya itu. Melihat hal itu, Bu Wati terbersit rasa cemburu. Pak Tanba dan Bu Wati pun pergi. Ayu menutup pintu rumah sederhana itu. Gadis muda itu kini sendiri.

Tidak ingin membuang waktu, ia mengirim pesan singkat dan email kepada rekan kuliahnya, menjelaskan bahwa ia tidak bisa masuk karena sakit. Lewat handphone-nya, Ayu pun mengecek beberapa e-mail yang sempat masuk. Rumah Pak Tanba memiliki halaman kecil di depannya, yang berdiri pohon jambu air. Rumah itu terletak di perkampungan padat penduduk. Dari dalam rumah, Ayu mendengar suara langkah kaki orang, anak kecil yang berlari-lari dan suara penjaja keliling. Suasana perkampungan ini amat beda dari rumahnya yang mewah di kompleks elit. Di bagian depan rumah Pak Tanba ada warung kelontong kecil milik Bu Wati. Warung itu tutup, karena penghuninya pergi.

Ayu sebenarnya ingin duduk di luar rumah. Namun, ia tidak mau kehadiran gadis muda sepertinya mengundang pertanyaan tetangga. Siapa dia? Keponakan Pak Tanba atau Bu Wati? Para tetangga tentu tidak percaya, karena tampang Indo-nya amat berbeda dari kedua suami istri itu. Mengisi kebosanan, Ayu memainkan games di hapenya.

Satu setengah jam kemudian, tepat pukul 09 pagi, ia mendengar deru mobil.

Comments


EmoticonEmoticon